aksiradio – Kasus sengketa tanah yang terjadi di Desa Mulyasari semakin menghangat dan saling melempar pernyataan melalui media online. Kalo ini pengacara sekaligus kuasa hukum dari 4 warga Mulyasari menyatakan adanya konspirasi diantara pemangku jabatan.
Hal ini terlontar setelah satu hari Kepala Desa Mulyasari, Margono didampingi Camat Ciampel, Agus Sugiono melakukan hak jawab atas pernyataan Elyasa di media online yang dilakukan di Kantor Desa Mulyasari kecamatan Ciampel Kabupaten Karawang, Senin (12/06/2023).
Margono pada kesempatan tersebut mengungkapkan, meski dirinya adalah Kepala Desa Mulyasari, namun pada saat pemasangan Plang yang dilakukan pihak berwenang, dirinya berposisi sebagai Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
Menanggapi pernyataan tersebut Elyasa mengatakan berdasarkan Permendagri No. 83 tahun 2015 dan diperbaharui dengan Permendagri No. 67 tahun 2017, seorang Kepala Desa bisa berhenti, karena meninggal dunia, permintaan sendiri atau meninggal dunia. Selasa (13/06/2023).
“Apapun yang dilakukan atau aktivitas Margono di masyarakat, jabatannya selaku Kepala Desa selalu melekat pada dirinya, termasuk saat dirinya menghadiri pemasangan plang Perhutani, masyarakat tetap melihatnya sebagai kepala desa,”ungkap Elyasa melalui voice note yang disebarkan kepada awak media.
Elyasa menambahkan, jabatan Margono selaku Kepala Desa Mulyasari sekaligus sebagai Ketua LMDH dinilainya akan menimbulkan konflik kepentingan (conflict of interest) yang berujung pada penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dalam sengketa tanah, dalam hal ini antara perhutani dengan Empat orang warga Mulyasari.
“Hal tersebut harus diusut tuntas oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) dan Inspektorat Kabupaten Karawang, karena diduga LMDH menyebabkan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dalam hal ini konteksnya Kolusi antara Kepala Desa, Camat dan Perhutani,”ungkap Elyasa.
Seperti diketahui sebelumnya Mahkamah Agung telah memutuskan Perhutani sebagai pemenang gugatan atas lahan yang digugat 4 orang warga Mulyasari dengan keputusan Mahkamah Agung RI No. 1810.K/Pdt/2022, kemudian dilanjut dengan putusan peninjauan kembali No.1365.PK/Pdt/2022 tertanggal 08 Juni 2022.
Keputusan tersebut dikeluarkan oleh Hakim Agung MA Republik Indonesia yang saat itu dijabat Sudrajat Dimyati, namun beberapa waktu yang lalu, Sudrajat Dimyati ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai tersandung kasus korupsi.
Atas dasar tersebut Elyasa selaku kuasa hukum 4 orang warga Desa Mulyasari merasa tidak puas dan saat ini telah mengajukan gugatan baru.






